LOS ANGELES - Jejak kehidupan di Planet Mars kembali terlacak. Dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters, sejumlah ilmuwan Amerika Serikat (AS) meyakini pernah ada kehidupan di Planet Merah tersebut. Harapan bahwa planet tersebut layak dihuni, semakin terbuka lebar.
Harapan untuk hidup di Mars itu terbit dari Nili Fossae. Serpihan lapisan batu yang merupakan salah satu komponen penyusun permukaan Mars itu mengandung sisa-sisa fosil. Artinya, sekitar 4 miliar tahun lalu - setara dengan umur Nili Fossae - pernah ada kehidupan di planet tersebut. Para ilmuwan Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI) di California yakin, proses yang membuat fosil itu tersimpan dalam bebatuan Mars sama persis dengan proses yang terjadi di Bumi, yakni hydrothermal.
Adrian Brown, ilmuwan Institut SETI yang memimpin riset Nili Fossae itu memanfaatkan teknologi yang diadaptasi dari NASA. Piranti canggih tersebut bernama CRISM (Compact Reconnaissance Imaging Spectrometer for Mars). Dengan bantuan sinar inframerah yang ada pada alat itu, Brown lantas mempelajari kandungan mineral dalam Nili Fossae. Metode yang sama pernah digunakan untuk mempelajari batu mineral yang ditemukan di Pilbara, wilayah kering di barat laut Australia.
"Suhu di Pilbara cukup dingin. Bebatuan yang kami teliti itu merupakan bagian dari komponen awal penyusun Bumi yang sudah berumur sekitar 3,5 miliar tahun, sekitar tiga per empat usia Bumi," kata Brown dalam sebuah wawancara dengan BBC yang dipublikasikan kemarin (30/7). Dari Pilbara, lanjut dia, para ilmuwan bisa mempelajari hal-hal yang terjadi di Bumi pada tahap awal. Lewat cara yang sama, dia berharap bisa mempelajari kejadian-kejadian awal di Mars.
Saat mempelajari bebatuan Pilbara, para ilmuwan menemukan berbagai fosil mikroba di bebatuan tersebut. Konon, miliaran tahun yang lalu, mikroba-mikroba tersebut membentuk kehidupan awal di Bumi. Tepatnya, di bebatuan tersebut. Perwujudan mikroba-mikroba kuno itu disebut sebagai stromatolites. Memanfaatkan berbagai teknologi modern yang berkembang sekarang, stromatolites bisa dipelajari lebih jauh. Termasuk, bentuk dan strukturnya.
"Kehidupan membentuk makhluk-makhluk sederhana ini. Saya bisa membuktikannya dari struktur dan bentuk yang sudah kami pelajari. Struktur yang ada pada makhluk-makhluk ini hanya bisa diciptakan oleh kehidupan, bukan proses geologi," papar Brown. Berpijak pada kesamaan mineral pembentuk batu Pilbara dan Nili Fossae, dia yakin bahwa stromatolites yang hidup dalam bebatuan itu pun sama. Artinya, tahap awal kehidupan di Bumi pun terjadi di Mars.
Selain tersusun dari mineral yang sama, menurut Brown, lokasi ditemukannya Pilbara di Bumi dan Nili Fossae di Mars pun mempunyai cukup banyak kemiripan. Sama-sama gersang. "Semakin banyak lapisan yang tercetak di bebatuan tersebut, berarti jejak kehidupan itu semakin nyata. Sebab, mikroba-mikroba itu membutuhkan cukup waktu untuk membentuk stromatolites dan juga karang atau jenis hunian mikroba lainnya. Jika itu juga terjadi di Mars, berarti pernah ada kehidupan di sana," urainya.
Nili Fossae kali pertama diteliti pada 2008. Saat itu, para ilmuwan menemukan kandungan karbon dalam lapisan batu penyusun permukaan Mars tersebut. Temuan itu disambut gembira para ilmuwan Bumi. Sebab, mereka sudah sangat lama mencari jejak-jejak karbon di planet ke-4 dalam tata surya tersebut. Konon, karbon merupakan bukti awal bahwa pernah ada kehidupan di planet tersebut. Dari karbon lah kehidupan terbentuk.
Brown dan tim peneliti yang dia pimpin berharap bisa kembali ke Mars untuk lebih dekat menyelidiki Nili Fossae. Bebatuan itu sempat disebut-sebut sebagai landasan potensial bagi Mars Science Laboratory yang akan dibangun NASA di planet tersebut pada 2011 mendatang. Pakar geologi senior Brown University di Rhode Island, John Mustard, pun meyakini Nili Fossae sebagai landasan yang tepat. Tapi, Juni lalu, pendapat itu direvisi. Nili Fossae terlalu rapuh untuk dijadikan landasan.
Maka, pesawat ulang-alik yang sengaja dikirim untuk menjajaki Mars batal mendarat di Nili Fossae. "Pesawat itu mendarat di lokasi yang sangat jauh dari Nili Fossae dan tidak ada awak manusia yang dilibatkan. Kini, kita semua bergantung pada robot. Dan, itu sangat berbahaya," tandas Brown. Pasalnya, permukaan Mars sangat terjal dan berbatu. Robot yang diutus menyelidiki kondisi Mars itu bisa dengan mudah tergelincir dan jatuh. Jika itu terjadi, bahan penelitian akan ikut lenyap. (hep/ami/ito/jpnn)
Harapan untuk hidup di Mars itu terbit dari Nili Fossae. Serpihan lapisan batu yang merupakan salah satu komponen penyusun permukaan Mars itu mengandung sisa-sisa fosil. Artinya, sekitar 4 miliar tahun lalu - setara dengan umur Nili Fossae - pernah ada kehidupan di planet tersebut. Para ilmuwan Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI) di California yakin, proses yang membuat fosil itu tersimpan dalam bebatuan Mars sama persis dengan proses yang terjadi di Bumi, yakni hydrothermal.
Adrian Brown, ilmuwan Institut SETI yang memimpin riset Nili Fossae itu memanfaatkan teknologi yang diadaptasi dari NASA. Piranti canggih tersebut bernama CRISM (Compact Reconnaissance Imaging Spectrometer for Mars). Dengan bantuan sinar inframerah yang ada pada alat itu, Brown lantas mempelajari kandungan mineral dalam Nili Fossae. Metode yang sama pernah digunakan untuk mempelajari batu mineral yang ditemukan di Pilbara, wilayah kering di barat laut Australia.
"Suhu di Pilbara cukup dingin. Bebatuan yang kami teliti itu merupakan bagian dari komponen awal penyusun Bumi yang sudah berumur sekitar 3,5 miliar tahun, sekitar tiga per empat usia Bumi," kata Brown dalam sebuah wawancara dengan BBC yang dipublikasikan kemarin (30/7). Dari Pilbara, lanjut dia, para ilmuwan bisa mempelajari hal-hal yang terjadi di Bumi pada tahap awal. Lewat cara yang sama, dia berharap bisa mempelajari kejadian-kejadian awal di Mars.
Saat mempelajari bebatuan Pilbara, para ilmuwan menemukan berbagai fosil mikroba di bebatuan tersebut. Konon, miliaran tahun yang lalu, mikroba-mikroba tersebut membentuk kehidupan awal di Bumi. Tepatnya, di bebatuan tersebut. Perwujudan mikroba-mikroba kuno itu disebut sebagai stromatolites. Memanfaatkan berbagai teknologi modern yang berkembang sekarang, stromatolites bisa dipelajari lebih jauh. Termasuk, bentuk dan strukturnya.
"Kehidupan membentuk makhluk-makhluk sederhana ini. Saya bisa membuktikannya dari struktur dan bentuk yang sudah kami pelajari. Struktur yang ada pada makhluk-makhluk ini hanya bisa diciptakan oleh kehidupan, bukan proses geologi," papar Brown. Berpijak pada kesamaan mineral pembentuk batu Pilbara dan Nili Fossae, dia yakin bahwa stromatolites yang hidup dalam bebatuan itu pun sama. Artinya, tahap awal kehidupan di Bumi pun terjadi di Mars.
Selain tersusun dari mineral yang sama, menurut Brown, lokasi ditemukannya Pilbara di Bumi dan Nili Fossae di Mars pun mempunyai cukup banyak kemiripan. Sama-sama gersang. "Semakin banyak lapisan yang tercetak di bebatuan tersebut, berarti jejak kehidupan itu semakin nyata. Sebab, mikroba-mikroba itu membutuhkan cukup waktu untuk membentuk stromatolites dan juga karang atau jenis hunian mikroba lainnya. Jika itu juga terjadi di Mars, berarti pernah ada kehidupan di sana," urainya.
Nili Fossae kali pertama diteliti pada 2008. Saat itu, para ilmuwan menemukan kandungan karbon dalam lapisan batu penyusun permukaan Mars tersebut. Temuan itu disambut gembira para ilmuwan Bumi. Sebab, mereka sudah sangat lama mencari jejak-jejak karbon di planet ke-4 dalam tata surya tersebut. Konon, karbon merupakan bukti awal bahwa pernah ada kehidupan di planet tersebut. Dari karbon lah kehidupan terbentuk.
Brown dan tim peneliti yang dia pimpin berharap bisa kembali ke Mars untuk lebih dekat menyelidiki Nili Fossae. Bebatuan itu sempat disebut-sebut sebagai landasan potensial bagi Mars Science Laboratory yang akan dibangun NASA di planet tersebut pada 2011 mendatang. Pakar geologi senior Brown University di Rhode Island, John Mustard, pun meyakini Nili Fossae sebagai landasan yang tepat. Tapi, Juni lalu, pendapat itu direvisi. Nili Fossae terlalu rapuh untuk dijadikan landasan.
Maka, pesawat ulang-alik yang sengaja dikirim untuk menjajaki Mars batal mendarat di Nili Fossae. "Pesawat itu mendarat di lokasi yang sangat jauh dari Nili Fossae dan tidak ada awak manusia yang dilibatkan. Kini, kita semua bergantung pada robot. Dan, itu sangat berbahaya," tandas Brown. Pasalnya, permukaan Mars sangat terjal dan berbatu. Robot yang diutus menyelidiki kondisi Mars itu bisa dengan mudah tergelincir dan jatuh. Jika itu terjadi, bahan penelitian akan ikut lenyap. (hep/ami/ito/jpnn)
1 komentar:
Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
SITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!
Post a Comment